Senin, 16 Agustus 2010

PERBUATAN YANG DICINTAI ALLAH DAN
UMMAT MANUSIA

Oleh : Drs. Asep achmad Hidayat. MA
(Abah)

Diriwayatksn dari Abul abas Sahl ibnu Sa'id as Saa'idi r.a, Ia berkata: telah datang seorang laki-laki kepada kepada Nabi SAW, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, tunjukan suatu amal yang apabila aku mengamalkannya, maka Allah dan manusia mencintaiku". Rasulullah SAW, lalu bertanya, "Wahai Allah dan manusia mencintaiku". Rasulullah SAW, bersabda, "Zuhudlah kamu terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah kamu terhadap apa-apa yang ada pada manusia, niscaya manusia manusia mencintaimu" (Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan yang lainnya dengan sanad Hasan).

Dalam hadis ini didisebutkan bahwa sikap zuhud merupakan amal tau perbuatan yang dicintai Allah dan manusia. Kata "zuhud" menurut bahasa (alluggah, leksikal) adalah berpaling dari sesuatu karena memandang rendah kepadanya. Sedangkan menurut syara' ialah mengambil sekedar kebutuhan dari perkara yang halal dan telah diyakini kehalalannya. Mak, zuhud itu lebih khas (khusus) dari pada war', karena wara hanya meninggalkan yang subhat saja dan merupakan zuhudnya orang-orang yang makrifat. Zuhud dalam arti inilah yang dimaksud disini. Sedangkan zuhud yang lebih tinggi adalah zuhud orang-orang yang mendekatkan diri kepadada Allah (al-muqarrabin). Zuhud semacam ini adalah zuhud yang dikehendaki kaum Sufi atau tasawuf, yaitu orang yang secara terus menerus berlatih diri (riyadoh) secara secara disiplin dan kontinyu untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengosongkan perbuatantercela dan menghiasinya dengan amalan-amalan yang baik (amal makruf nahi munkar).

Zuhud al-muqarabin ialah zuhud mengenai perkara-perkara selain Allah (masilawah), yaitu dunia, surge, dan yang lainnya. Tidak ada sesuatu tujuan dari orang yang berjuhud selain agar dekat kepada Allah SWT. Bagi mereka, wajib hukumnya zuhud terhadap perkara yang haram dan sunnat hukumnya zuhud terhadap perkara yang subhat, yaitu sesuatu yang berada diantara “haram” dan “halal”.

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai dunia yang dizuhudi. Ada yang mengatakan “dinar dan dirham “(uang). Ada yang mengatakan , “makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, hewan ternak”. Dan yang paling jelas ialah, “setiap kelezatan dan keinginan yang menyebabkan jiwatercela, termasuk perkataan yang tidak bertujuan mencari keridhaan Allah SWT. Karena itu para ulama telah menerangkan “dunia” sebagai apa-apa yang dihimpun oleh malam dan siangdinaungi oleh langit, dan dimuat oleh bumi.

Abu sulaiman mengatakan, “kamu tidak dapat menyaksikan seseorang itu zuhud karena zuhud itu berada di dalam hati”. Fudhail (seorang sufi) mengatakan, “pokok zuhud itu ialah ridha kepada Allah “azza wa jalla”. Perkataan Imam Ali r.a, “Barang siapa yang telah zuhud terhadap keduniaan, niscaya musibah-musibahpun terasa ringan baginya”. Ada yang mengatakan , “zuhud terhadap jabatan lebih berat dari pada zuhud terhadap emas dan perak”. Salah seorang ulama Salaf telah ditanya, “Apakah orang yang mempuyai harta bisa zuhud?”. Dia berkata, “ya,jika dia tidak merasa berbangga diri dengan bertambahnya harta tersebut dan tidak bersedih dengan berkurangnya harta”.²

Sufiyan as Tsauri rahimahullah, salah seorang sufi nyentrik telah mengatakan, telah mengatakan, “zuhud terhadap dunia ialah jangan terlalu berangan-angan, bukan berarti makan makanan yang tidak enak, dan (pula) memakai “abaa” (jenis mantel yang terbuka depannya”³) Salah do’a Sufyan as Tsauri ialah, “Ya Allah, Engkau menciptakan dunia kepada kami, lalu engkau menjadikan kami mencintainya serta melupakan-Mu”.

Ahmad ibnu Hambal rahimahullah, telah mengatakan, “Zuhud adalah tidak terlalu mengangan-angankan dan tidak menghendaki segala sesuatu yang telah ada di tangan manusia”.

Kebanyakan ulama salaf mmembagi zuhud atas tiga bagian:

1. Zuhud fardu , yaitu menjaga dari syirik yang besar.

2. Zuhud terhadap syirik yang kecil, yaitu tujuan amalnya, baik ucapan maupun perbuatannya bukan karena Allah.

3. Zuhud terhadap perkara yang haram saja, yaitu menjaga dari semua perbuatan maksiat.

Ada yang mangatakan menjaga dari syirik yang besar, syirik yang kecil, dan semua maksiat disebut zuhud, sebagaimana menurut Zuhri , Ibnu Uyainah, dan yang lainnya. Ada lagi yang mengatakan bahwa hal ini tidak disebut zuhud, kecuali jika digabungkan dengan kedua jenis zuhud yang lain, yaitu meninggalkan perkara subhat sebagai pokok dan meninggalkan perkara halal yang lebih dari kebutuhannya.

Abu Sulaiman ad-Darani rahaimahullah, telah mengumpulkan bermacam-macam sikap dan prilaku “zuhud”. Ia menyimpulkan, bahwa “Zuhud ialah meninggalkan perkara-perkara yang menyebabkan kamu berpaling dari Allah azza wa jalla”.

Dalam sebuah hadis mursal dikatakan yang artinya:

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling zuhud? Beliau saw. Bersbda, “orang yang tidak melupakan kuburan dan mati, dia meninggalkan hiasan dunia yang paling utama dan mendahulukan perkara yang kekal atas perkara yang akan rusak. Dia tidak menghitung hari esok itu adalah harinya, dan dia menghitung bahwa dirinya termasuk orang-orang yang akan mati”.

Meenurut Syeikh Ahmad Hijazi, “sesungguhnya tercelanya dunia yang disebutkan dalam Al-quran dan Al-Sunah, bukanlah merujuk kepada waktunya , yaitu malam dan siang. Sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan siang dan malam silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Tercelanya dunia bukan pula merujuk pada tempatnya, yaitu bumi karena sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan hamparan bagi kita.bukan pula merujuk pada perkara-perkara yang Allah SWT titipkan pada dunia, yaitu benda-benda mati dan makhluk-makhluk karena hal itu termaksud sebagai nikmat-nya untuk hamba-hamba-nya. ”Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu” (QS.al-Baqarah:29). Dan sesungguhnya hal itu hanyalah menyibukan diri kita dengan ibadah kepada Allah SWT. Karena kita diciptakan olehnya untuk beribadah kepadanya. ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”(QS.Adz-Dzariyaat:56).

Masih menurut syeikh Ahmad Hijazi, bahwa salah seorang ulama salaf yang tergolong terhadap dunia dan mencintai akhirat berkata, ”ketika Allah menjelasskan bahwa di telah menjadikan apa yang berada di bumi sebagai perhiasan baginya agar dia menguji mereka, siapakah diantara mereka yang paling baik amalannya, maka Allah menjelaskan bahwa dunia terputus habis sebagaimana firmannya yang artinya: “Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang rata lagi tandus” (QS.Al-Kahfi:8).

Oleh karena itu, kata Ahmad Hijazi, orang yang mengerti bahwa apa yang ada di bumi akan menjadi tanah rata dan tandus (rusak), dia akan memperhatikan dunia hanya bekal akhiratnya. Dia merasa cukup mengambilsebagian dunia sekedar untuk keperluannya, seperti seseorang yang mengambil bekal sekedar untuk perjalanannya saja. Nabi SAW. Bersabda yang artinya:

“Tidaklah bagi \ku dan dunia hanyalah seperti seorang penunggang (kuda). Dia berteduh di suatu pohon untuk beristirahat, setelah istirahat sebentar, dia meninggalkan pohon tersebut”.

Orang-orang yang termasuk golongan ini adalah orang yang mengambil dunia hanya sebatas untuk menutupi rohnya saja dan inilah kebanyakan orang yang zuhud. Ada juga diantara golongan ini yang sewaktu-waktu meluaskan dirinya dalam berbagai perkara-perkara yang dibolehkan dengan tujuan untuk menguatkan atau menyegarkan diri agar giat dalam beribadah. Rasulullah bersabda : “Dunia kamu yang kusukai adalah wanita, wangi-wangian, dan kesenangan pandangan mataku berada dalam shalat” (HR.Ahmad).